Sunday, September 23, 2012

Stroke dan antikoagulan

Penyakit serebrovaskular menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian di seluruh dunia. Kematian dalam 1 tahun pertama setelah serangan stroke sekitar 20 %.

Setiap tahun, di Amerika Serikat 795.000 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 orang mengalami stroke pertama dan 185.00 orang mengalami stroke berulang. Di negara barat, jumlah penderita stroke iskemik sekitar 80-85 % dari seluruh penderita stroke. 

Namun di Asia, jumlah penderita stroke iskemik dibanding stroke perdarahan mencapai 2:1 hingga 3:1. Data review sistematik insidens stroke global menunjukkan perbedaan antara negara berkembang (mengalami penurunan 42%) dengan negara sedang berkembang (mengalami peningkatan 100%) selama 4 dekade terakhir. 

Insidens stroke dan mortalitasnya semakin meningkat, seiring modernisasi dan meningkatnya angka harapan hidup. Di seluruh dunia, 15 juta manusia menderita stroke setiap tahunnya. 

Sekitar lima juta orang meninggal dunia dan 5 juta lainnya mengalami kecacatan akibat stroke.

Diperkirakan pada tahun 2020, mortalitas stroke meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari peningkatan populasi usia lanjut dan peningkatan jumlah pengguna rokok. 

Dari 60% seluruh penderita stroke adalah penduduk di negara miskin dan negara yang sedang berkembang. 

Laporan RISKESDAS 2007 Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dirilis tahun 2008, menyebutkan stroke sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, yaitu 22,5% pada pria dan 20,5% pada wanita kelompok usia 55-64 tahun. 

Sedang pada kelompok usia diatas 65 tahun, 20,9% pada pria dan 24,4% pada wanita. 

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa di Indonesia stroke menduduki peringkat pertama penyakit tidak menular pada semua umur (26,9%), diikuti hipertensi (12,3%), diabetes melitus (10,2%), tumor ganas (10,2%), dan penyakit jantung iskemik (9,3%) 

Beberapa faktor risiko yang dapat mempermudah terjadinya serangan stroke, misalnya usia tua, jenis kelamin (laki-laki), faktor herediter (familial), ras (etnik), memang tidak bisa diubah. Sedangkan faktor risiko lainnya mungkin bisa diubah. 

Salah satu faktor risiko yang dapat dirubah dan well-documented adalah Fibrilasi Atrial (FA). FA meningkatkan risiko stroke hingga 5 kali lipat, menyumbang 15% dari stroke, meningkat sesuai usia dan membutuhkan biaya besar. Di Amerika Serikat biaya untuk penanganan Fibrilasi Atrial adalah 66 miliar dollar per tahun. 

Stroke kardioembolik dengan jumlah sekitar 1/5 dari stroke iskemik, dan kasusnya semakin meningkat seiring bertambah usia. Stroke kardioembolik merupakan subtipe stroke dengan prognosis buruk yang dapat menimbulkan kematian dan menimbulkan ketergantungan fungsional yang tinggi pada pasien. 

Selain itu, Stroke kardioembolik juga menyebabkan terjadinya peningkatan kasus transformasi perdarahan intraserebral pada stroke. 

Dalam banyak kasus, terulangnya stroke kardioembolik juga dapat dicegah dengan antikoagulan. Heparin, warfarin dan beberapa obat antikoagulan jenis baru sedang dikembangkan. 

Obat-obatan tersebut bekerja lebih spesifik pada tahap koagulasi tertentu. 

Misalnya Faktor Xa inhibitor, termasuk di dalamnya inhibitor indirek seperti idraparinux dan biotinilasi idraparinux yang menghambat faktor Xa melalui potensiasi antitrombin. 

Obat-obatan baru lain seperti dabigatran sebagai inhibitor thrombin langsung dan obat-obatan inhibitor langsung faktor Xa (rivaroxaban, apixaban, edoxaban, dan betrixaban). 

Ximelagatran menunjukkan efikasi yang sama dengan warfarin namun dianggap gagal karena toksik pada liver

No comments:

Post a Comment