Sekurang-kurangnya ada 5 komponen dalam strategi penanggulangan stroke. Kelima komponen tersebut adalah:
1. Promotif. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencegah peningkatan faktor risiko stroke di masyarakat. Termasuk upaya ini adalah kampanye atau penyuluhan tentang gaya hidup sehat agar terhindar dari berbagai faktor risiko stroke, seperti merokok, minum alkohol, inaktivitas, dan obesitas.
2. Prevensi primer. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencari dan mengobati individu yang mempunyai faktor risiko tinggi terserang stroke, antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung.
3. Prevensi sekunder, untuk mencegah serangan ulang pada penderita yang pernah mengalami serangan stroke atau TIA (transient ischemic attack). Upaya ini diha-rapkan dapat menurunkan angka kekambuhan (rekurensi).
4. Terapi stroke fase akut. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan pada penderita yang mengalami serangan stroke untuk pertama kalinya maupun serangan ulang.
5. Rehabilitasi. Di samping keempat komponen di atas, tidak kalah pentingnya adalah usaha meningkatkan kemandirian penderita melalui upaya rehabi-litasi.
Tuesday, January 15, 2013
Faktor Risiko Stroke
Dengan memahami faktor risiko stroke, kita dapat
memperkirakan berbagai hal yang dapat mempermudah terjadinya serangan stroke. Beberapa
faktor risiko, yaitu umur, jenis kelamin, faktor herediter (familial), ras
(etnik), geografi, dan iklim, memang tidak bisa diubah. Akan tetapi faktor risiko lainnya mungkin bisa
diubah. Dengan demikian, konsep ini sangat bermanfaat dalam strategi
penanggulangan stroke yang meliputi upaya penurunan angka kejadian, kecacatan,
dan kematian akibat stroke.
Status gizi pasien stroke
-->
Status gisi yang buruk tersebut
akan menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh, mempermudah terjadinya
infeksi (misalnya pneumonia, sepsis), perdarahan saluran pencernaan, borok
tekan (dekubitus), dan penyulit lainnya, memperlambat kesembuhan dan memperlama
masa perawatan. Angka kecacatan dan kematian penderita stroke dengan gisi buruk
lebih tinggi dibandingkan penderita stroke dengan gisi baik. Dikemukakan bahwa
risiko kematian penderita stroke dengan gisi buruk adalah 1,82 kali lebih
tinggi dibandingkan penderita dengan gisi baik.
STATUS GIZI STROKE
Beberapa penelitian dengan menggunakan pengukuran antropometrik maupun pemeriksaan kadar protein (albumin) telah banyak dilakukan pada penderita stroke. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa status gisz yang buruk sering dijumpai pada penderita stroke, terutama yang berusia lanjut, saat masuk ke rumah sakit.
Status gisi yang buruk tersebut
akan menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh, mempermudah terjadinya
infeksi (misalnya pneumonia, sepsis), perdarahan saluran pencernaan, borok
tekan (dekubitus), dan penyulit lainnya, memperlambat kesembuhan dan memperlama
masa perawatan. Angka kecacatan dan kematian penderita stroke dengan gisi buruk
lebih tinggi dibandingkan penderita stroke dengan gisi baik. Dikemukakan bahwa
risiko kematian penderita stroke dengan gisi buruk adalah 1,82 kali lebih
tinggi dibandingkan penderita dengan gisi baik.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka status gizi penderita stroke harus diperhatikan dengan seksama sejak saat penderita masuk ke rumah sakit. Selama perawatan di rumah buruk sering dijumpai pada penderita stroke, terutama yang berusia lanjut, saat masuk ke rumah sakit.
Selama perawatan di
rumah sakit, harus dilakukan pemantauan dan penanggulangan terjadinya starvasi
dan malnutrisi nosokomial. Hal terakhir ini sering terjadi akibat kurangnya
perhatian para dokter, perawat, dietisien, maupun keluarga penderita, sehingga
kebutuhan nutrisi selama perawatan tidak terpenuhi dengan baik.
Penyebab lain adalah pendeita tidak mau atau tidak bisa makan oleh karena pada penderita stroke sering dijumpai penyulit harus dilakukan pemantauan dan penanggulangan terjadinya starvasi dan malnutrisi nosokomial. Hal terakhir ini sering terjadi akibat kurangnya perhatian para dokter, perawat, dietisien, maupun keluarga penderita, sehingga kebutuhan nutrisi selama perawatan tidak terpenuhi dengan baik. Penyebab lain adalah pendeita tidak mau atau tidak bisa makan oleh karena pada penderita stroke sering dijumpai penurunan kesadaran (koma), gangguan fungsi menelan (disfagia), anoreksia dan sebagainya.
Penyebab lain adalah pendeita tidak mau atau tidak bisa makan oleh karena pada penderita stroke sering dijumpai penyulit harus dilakukan pemantauan dan penanggulangan terjadinya starvasi dan malnutrisi nosokomial. Hal terakhir ini sering terjadi akibat kurangnya perhatian para dokter, perawat, dietisien, maupun keluarga penderita, sehingga kebutuhan nutrisi selama perawatan tidak terpenuhi dengan baik. Penyebab lain adalah pendeita tidak mau atau tidak bisa makan oleh karena pada penderita stroke sering dijumpai penurunan kesadaran (koma), gangguan fungsi menelan (disfagia), anoreksia dan sebagainya.
OBESITAS
Obesitas
juga merupakan masalah yang harus diperhatikan pada penderita stroke. Penderita
stroke akut harus tirah baring selama 1-2 minggu atau lebih, sehingga kebutuhan
kalori harus diperhatikan agar tidak berlebihan. Penderita stroke dengan
obesitas, apalagi yang disertai faktor risiko (diabetes melitus, tekanan darah
tinggi) dan gangguan mobilisasi (kelumpuhan), memerlukan perhatian dalam upaya
penurunan berat badan selama perawatan.
Stroke dan hipertensi
Hipertensi sering dijumpai pada pasien stroke saat fase akut. Bila tidak dikelola
dengan baik, keadaan ini dapat berdampak buruk, yaitu semakin beratnya kerusakan
otak yang mengakibatkan meningkatnya disabilitas (kecacatan) dan mortalitas
(kematian)
Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak dikelola dengan baik dapat
berakibat meluasnya area infark atau reinfarction, edema serebral, serta transformasi
perdarahan.
Sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang, dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).
Selain karena hipertensi kronik, meningkatnya tekanan darah pada stroke akut
dapat pula disebabkan oleh stress yang terjadi pada saat serangan stroke, distensi
kandung kemih, respons fisiologik terhadap hipoksia serebral, maupun respons Cushing
terhadap peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak atau hematoma.
Seringkali tekanan darah akan turun dengan sendirinya bila pasien dirawat di ruangan
yang tenang sehingga dapat beristirahat dengan nyaman, kandung kemih dikosongkan,
dan nyeri yang dialami pasien diobati dengan baik.
Pengobatan terhadap tekanan intrakranial yang meningkat juga akan menurunkan tekanan darah.
Beberapa temuan menyebutkan bahwa penurunan tekanan darah hingga mencapai normotensi dapat terjadi dengan sendirinya (tanpa pemberian obat anti-hipertensi) pada duapertiga pasien stroke akut, setelah minggu pertama.
(dikutip dari tulisan Islam,MS; Seminar Sehari Pendekatan Terkini Penatalaksanaan Hipertensi Secara Holistik; Jember, 2011)
Tuesday, January 8, 2013
Klasifikasi STROKE
KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran patologik yang terjadi, stroke dikelompokkan menjadi 2 golongan,
yaitu stroke iskemik (infark) dan stroke hemoragik (perdarahan).
Pada stroke iskemik, gangguan fungsi otak disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak karena proses trombosis, emboli, atau sebab lainnya. Sehingga stroke iskemik digolongkan lagi menjadi stroke iskemik trombotik, stroke iskemik embolik, dan stroke iskemik karena sebab lainnya (misalnya sindroma antifosfolipid, defisiensi protein C dan S, homosisteinemia, anemia sel sickle, polisitemia vera).
Pada stroke hemoragik, perdarahan dapat terjadi didalam parenkim otak (disebut stroke perdarahan intraserebral), maupun didalam ruang subaraknoid (disebut stroke perdarahan subaraknoid). Tiga faktor yang menjadi penyebab utama stroke hemoragik, yaitu: (1) faktor anatomik (lesi atau malformasi pembuluh darah otak), (2) faktor hemodinamik (hipertensi), dan (3) faktor hemostatik (berkaitan dengan fungsi trombosit dan sistim koagulasi).
NB: silakan baca update tulisan lain mengenai klasifikasi stroke di blog ini. Terimakasih
Pada stroke iskemik, gangguan fungsi otak disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak karena proses trombosis, emboli, atau sebab lainnya. Sehingga stroke iskemik digolongkan lagi menjadi stroke iskemik trombotik, stroke iskemik embolik, dan stroke iskemik karena sebab lainnya (misalnya sindroma antifosfolipid, defisiensi protein C dan S, homosisteinemia, anemia sel sickle, polisitemia vera).
Pada stroke hemoragik, perdarahan dapat terjadi didalam parenkim otak (disebut stroke perdarahan intraserebral), maupun didalam ruang subaraknoid (disebut stroke perdarahan subaraknoid). Tiga faktor yang menjadi penyebab utama stroke hemoragik, yaitu: (1) faktor anatomik (lesi atau malformasi pembuluh darah otak), (2) faktor hemodinamik (hipertensi), dan (3) faktor hemostatik (berkaitan dengan fungsi trombosit dan sistim koagulasi).
NB: silakan baca update tulisan lain mengenai klasifikasi stroke di blog ini. Terimakasih
Batasan dan Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba (mendadak), berlangsung selama lebih dari 24 jam, dan disebabkan oleh kelainan peredaran darah otak.
Pada serangan iskemik otak sepintas (SOS) atau transient ischemic attack (TIA), gangguan fungsi otak hanya berlangsung selama beberapa menit atau jam saja, dan selanjutnya akan sembuh tanpa meninggalkan sisa gejala neurologik sama sekali.
Gejala dan tanda TIA harus diwaspadai, karena hal ini merupakan gejala peringatan akan terjadinya stroke di kemudian hari.
Subscribe to:
Posts (Atom)